Minggu, 24 Januari 2010

Lamaranmu Kutolak!


Mereka, lelaki dan perempuan yang begitu berkomitmen dengan agamanya. Melalui ta’aruf yang singkat dan hikmat, mereka memutuskan untuk melanjutkannya menuju khitbah. Sang lelaki, sendiri, harus maju menghadapi lelaki lain: ayah sang perempuan.

Dan ini, tantangan yang sesungguhnya. Ia telah melewati deru pertempuran semasa aktivitasnya di kampus, tetapi pertempuran yang sekarang amatlah berbeda. Sang perempuan, tentu saja siap membantunya. Memuluskan langkah mereka menggenapkan agamanya. Maka, di suatu pagi, di sebuah rumah, di sebuah ruang tamu, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk ‘merebut’ sang perempuan muda, dari sisinya.

“Oh, jadi engkau yang akan melamar itu?” tanya sang setengah baya.
“Iya, Pak,” jawab sang muda.

“Engkau telah mengenalnya dalam-dalam? ” tanya sang setengah baya
sambil menunjuk si perempuan.
“Ya Pak, sangat mengenalnya, ” jawab sang muda, mencoba meyakinkan.

“Lamaranmu kutolak. Berarti engkau telah memacarinya sebelumnya? Tidak bisa. Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu!” balas sang setengah baya.

Si pemuda tergagap, “Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu.”

“Lamaranmu kutolak. Itu serasa ‘membeli kucing dalam karung’ kan, aku tak mau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak mengenalnya. Jangan-jangan kau nggak tahu aku ini siapa?” balas sang setengah baya,keras.

Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda mencoba membantu sang lelaki muda. Bisiknya, “Ayah, dia dulu aktivis lho.”

“Kamu dulu aktivis ya?” tanya sang setengah baya.
“Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di Kampus,” jawab sang muda, percaya diri.

“Lamaranmu kutolak. Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama
istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan?”
“Anu Pak, nggak kok. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya suruh berangkat.”

“Lamaranmu kutolak. Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?”

Sang perempuan membisik lagi, membantu, “Ayah, dia pinter lho.”
“Kamu lulusan mana?”

“Saya lulusan Teknik Elektro UGM Pak. UGM itu salah satu kampus
terbaik di Indonesia lho Pak.”

“Lamaranmu kutolak. Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan STM ini tho? Menganggap saya bodoh kan?”

“Enggak kok Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IPnya juga cuma dua koma Pak.”

“Lha lamaranmu ya kutolak. Kamu saja bego gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?”

Bisikan itu datang lagi, “Ayah dia sudah bekerja lho.”
“Jadi kamu sudah bekerja?”
“Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera
jualan produk saya Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu
nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu.”

“Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak
terlalu laku.”

“Lamaranmu tetap kutolak. Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu,
kalau kerja saja nggak becus begitu?”

Bisikan kembali, “Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya.”
“Rencananya maharmu apa?”

“Seperangkat alat shalat Pak.”

“Lamaranmu kutolak. Kami sudah punya banyak. Maaf.”

“Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang limapuluh juta Pak.”

“Lamaranmu kutolak. Kau pikir aku itu matre, dan menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku.”

Bisikan, “Dia jago IT lho Pak”

“Kamu bisa apa itu, internet?”

“Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak saya nge-net.”

“Lamaranmu kutolak. Nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata.”

“Tapi saya ngenet cuma ngecek imel saja kok Pak.”

“Lamaranmu kutolak. Jadi kamu nggak ngerti Facebook, Blog, Twitter, Youtube? Aku nggak mau punya mantu gaptek gitu.”

Bisikan, “Tapi Ayah…”

“Kamu ke sini tadi naik apa?”
“Mobil Pak.”

“Lamaranmu kutolak. Kamu mau pamer tho kalau kamu kaya. Itu namanya Riya’. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik.”

“Anu saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Saya nggak bisa nyetir”

“Lamaranmu kutolak. Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?”

Bisikan, “Ayahh..”

“Kamu merasa ganteng ya?”
“Nggak Pak. Biasa saja kok”
“Lamaranmu kutolak. Mbok kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini.”
“Tapi pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir kok Pak.”

“Lamaranmu kutolak. Kamu berpotensi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh!”

Sang perempuan kini berkaca-kaca, “Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?”

Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan berganti menatap sang muda yang sudah menyerah pasrah.

“Nak, apa adakah yang engkau hapal dari al-Quran dan Hadits?”

Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga.
Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya, “Pak, dari tiga puluh juz saya cuma hapal juz ke tiga puluh, itupun yang pendek-pendek saja.
Hadits-pun cuma dari Arba’in yang terpendek pula.”

Sang setengah baya tersenyum, “Lamaranmu kuterima anak muda. Itu
cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja pun, aku masih tertatih.”

Mata sang muda ikut berkaca-kaca.




(k.oleh, ngiring nya ^^ hatur nuhun pisan kanggo samudaya ilmuna, diantosan pkna, sukses k.oleh)

Sabtu, 16 Januari 2010

Pergi untuk Kembali


Dan kumohonkan maaf
Atas kepergian sesaat
percaya
Semua indah pada waktunya
Semua yang harusnya berjumpa akan bersua
Dan yang harusnya pergi
Tak kan kembali


Sahabat
Jordan
Kepadamu ku mohon keihlasan yang dalam
Atas ketidak sanggupanku menyertaimu
Kita telah mencoba, tapi ku katakan saat ini
Ku tak mampu
Mungkin benar, kuranglah kesabaranku, tipislah ketabahanku
Tapi sungguh, inilah batas mampuku..
Terbanglah setinggi langit biru
Seperti selama ini kau mau
Ku tak punya daya halangi kepakan sayapmu
Meski teramat ingin beri terbaik padamu
Ku kan tetap disini. berpijak di bumi,
Karna janji atas perjuanganku saat ini adalah pasti
Dan ku akan selalu bertahan tegak di sisi.
Jangan bersedih, Ku Tak ada Kau kan tetap ada
Ku diam kau kan tetap bersuara
Kita berjumpa lewat untaian doa sahabatku
Kupastikan itu padamu

Park Jie sunk

Kepadamu atas segalanya
Ku bukan lari
Bukan bersembunyi
Ku tak berniat pergi
Tapi ku ingin genapi janji
Dan kuingin buktikan janji
Kau yang terbaik hingga hari ini
Tak ada gantimu
Tak ada selainmu
Kita sendiri tapi tak boleh sepi
Ingat “janji bertemu di syurga”
Bawalah itu besertamu
Dan dalam langkahku

Sahabat
kk
persahabatn kita adalah segalanya
kau buktikan banyak hal tuk selamatkan mahkotanya
Kau lakukan beribu cara untuk kokohkan tahtanya
Hingga hari
Persahabatan kita diuji
Kau tetap berlalu
Dan ku hanya terpaku
Kau kan tetap jadi sahabatku
Namamu tersebut dalam permohonan Malamku
Tetaplah berjalan hingga kau temukan penghujung lembaran ceritamu


Sahabat, disertai apapun dibelakang kata nya
Ia tetap sahabat
temani saat luka suka dan lara
Sahabat tak tersekat jumpa
Tak hilang terbatas tatap mata

Semoga masih ada sebaris maaf untukku

Jumat, 15 Januari 2010

Jemput Aku Bintang


Ini semua tentang nya,

Tentang hiasan megah langit malam,

Tentang warna terang alam terbentang…

Selalu mengaguminya, tak pernah berhenti mengaguminya..

Bintang temani jalan sendiri

….

Disebuah tempat di sudut kota, dua orang sahabat bercakap akrab dan bercengkrama mesra

2 sahabat Saling bercerita bicara tentang bintang yang terangi jiwa mereka

Sejenak mereka membuka kotak nostalgia membawa serta kenangan didalamnya.

Seorang bercerita bintangnya sekejab hampir utuh menjadi miliknya, terwujud, bintang yang akan tanpa bertabir lagi.. Bintang yang dulu hanya jadi batu biasa diantara ratusan mozaik batu menyapa dalam cerita akademika

Seorang lainnya bertutur bintangnya jauh disana akan segera datang dan genapkan terang hidupnya. Jadikan juga tanpa tabir lagi… Bintang yang dulu juga hanya jadi batu terukir lekat dalam hari tanpa terpatri dan tertancap dalam hari.

Ya, saat itu mereka bahagia, menyambut terbit bintang abadi temani malam sendiri.. Menyambut sang bintang terwujud hasil metamorfosa sempurna.

Bahagia,,

Tapi sekejab semuanya jadi hampir tak bermakna

2 Sahabat berjumpa lagi dalam kesedihan dan tangis haru tak tertahankan,

Waktu yang hanya diam membisu, menabur cerita baru. 2 Sahabat hilang akan bintangnya

1 bintang pergi tak kan kembali, selamanya…

Dan satu bintang pergi tanpa bicara akankah ia kembali meski untuk jangka hari yang begitu lama.

2 sahabat terdiam, mencoba mencari indah dibalik gundah,

Coba tegar diatas kepalan hati yang terlanjur jadi serpihan seakan abstrak tak bergeliat.

2 Sahabat yang tak kan berhenti kagumi Bintang tertinggi, 2 tahun sinari hati, memandu gapai mimpi.

Titipkan segenap doa untukmu wahai bintang 1, Kau telah dapatkan keindahan abadimu di Sisi-Nya.

Dan Kusertai langkahmu dengan iringan doa wahai bintang 2. Ku akan memandangmu dari sisi gelap tak terlihat, berharap tak lama lagi kau temukan gelapku dan bawa cahaya jemput diamku. Sepenuh harap kau kembali wujudkan rayn belum sempat tarhadiri

“Saat Kau Lihat Malam Hari Penuh Bintang

Disana Kau akan Temui Aku

berdiri menatap penuh Harap…”



"Key To My Life"

You're the key to my life...
Rain on the window covers the trace
Of all the tears that I've had to waste
And now I'm missing you so
And I won't let you go away
Stain on the desktop where coffee cups lay
And memories of you forever will stay
And the scent of your perfume
And the smile on your face will remain...

And I never gave up hope when things got me down
But I just bit on my lip and my face began to frown
Cos that was just my pride and I've nothing else to hide
And now the way is clear and all I want to say is..

All of my life the doors have been closed now
And all of my dreams have been locked up inside
But you came along and captured my heart
You're the key to my life

Year after year, was blaming myself
For what I'd done, just thought of myself
I know that you'll understand
This was all my own fault, don't go away..

And I never gave up hope when things got me down
But I just bit on my lip
And my face began to frown
Cos that was just my pride and I've nothing left to hide
And now the way is clear and all I want to say is...


you know that I feel for you
There ain't nothing that I wouldn't do
Stop the thunder and the pouring rain
You're the one that's going to stop the pain
you know that I feel for you
There ain't nothing that I wouldn't do
Stop the thunder and the pouring rain
Listen to me can't you hear what I say...

Kamis, 14 Januari 2010

Lima belas menit di Yogyakarta….


Sejenak menarik nafas untuk memulai kembali kerja syaraf yang lebih sering menegang belakangan ini. Seketika pandangan menembus cakrawala singgah di kota nan jauh disana. Tempat berpadu eksotisnya budaya, karya yang begitu istimewa, tatanan rupa nan sempurna, Tak kuasa tuk terus bercengkrama memandangnya. Yogyakarta… Belum pernah lagi menapakkan kaki disana setelah 17 tahun lalu, entah bagaimana rupa kota itu. Masih elok kah, atau ia tak kuasa tergerus serbuan dahsyat virus mega politan yang menulari lugunya kota cantik itu.

Yogyakarta…

Sekali lagi ingin kembali kesana, ada begitu banyak yang belum tersampaikan padanya. Yogyakarta tetap setia, menanti dan melepas siapapun yang datang dan pergi. Sejak hari itu, Belum lagi kaki ini menyusuri jejak basah tanah pagi di sekitaran hijaunya lukisan alam terbentang, belum juga lidah ini termanjakan manisnya sajian sederhana dijajakan dengan tulusnya rasa. Sungguh lima belas menit yang membangkitkan mengenang Yogyakarta. Yogya yang tak pernah mati dan tak kan berhenti hati untuknya.

Yogyakarta di hati